Analisis Terhadap Efektivitas dan Daya Guna Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Dalam Penerapannya Dimasyarakat

Disusun oleh : Dopdon Kurniawan Sinaga, S.H

Analisis :

Tentang pengertian lalu lintas dalam kaitannya dengan lalu lintas jalan, Ramdlon Naning menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan pelanggaran lalu lintas jalan adalah perbuatan atau tindakan yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan lalu lintas.[1]

Pelanggaran yang dimaksud diatas adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 105 Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 yang berbunyi :

Setiap orang yang menggunakan Jalan Wajib:

A. Berperilaku tertib:dan/atau

B. Mencegah hal-hal yang dapat merintangi, membahayakan keamanan, dan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan, atau yang dapat menimbulkan kerusakan jalan.

Dalam kenyataan yang terlihat dimasyarakat, kesadaran dalam berkendara masih dapat dikatakan jauh dari harapan dalam menjamin keamanan dan kenyaman para pengguna jalan lainya. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya pelanggaran di jalan raya, baik oleh pengendara kendaraan bermotor maupun pejalan kaki. Tindakan tegas dari aparat penegakan hukum dinilai masih kurang dalam penanganannya terkait pelaku pelanggar lalu lintas tersebut, dibuktikan dengan masih adanya sikap-sikap yang tidak bermoral yang dilakukan oleh okmum penegak hukumnya sendiri dan terlihat seakan membiarkan pelaku pelanggar lalu lintas mengulanginya dengan pemikiran bahwa semuanya dapat dilakukan dengan  langkah negoisasi ditempat.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelanggaran Lalu Lintas

Pelanggaran lalu lintas dapat disebabkan oleh banyak faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal pengguna kendaraan bermotor. Faktor internal meliputi faktor manusia, sedangkan faktor eksternal adalah faktor kendaraan, faktor jalan,dan faktor cuaca[2]. Selain itu, hampir setiap hari terjadi pelanggaran lalu lintas akibat faktor penegakan hukum yang kurang diterapkan dalam berlalu lintas.

Akibat Pelanggaran Lalu Lintas

Permasalahan pada kondisi lalu lintas telah menimbulkan berbagai masalah dalam kenyataan sehari-hari. Permasalahan diantaranya adalah pertambahan kendaraan bermotor yang dikeluarkan oleh pabrikan dan tidak dibarengi dengan penambahan akses jalan. Kondisi ini mengakibatkan kemacetan lalu lintas karena masyarakat yang enggan mematuhi rambu-rambu lalu lintas yang ada. Sehingga tidak heran kalau setiap harinya sering terjadi pelanggaran lalu lintas yang tidak sedikit menimbulkan kecelakaan.

Pada kenyataanya masih banyak melakukan pelanggaran lalu lintas baik dari pihak pengguna jalan maupun dari pihak penegak hukumnya sendiri. Sesuai dengan yang terjadi dilapangan banyak pelanggaran-pelanggaran lalu lintas yang dianggap kecil tapi bisa mengakibatkan menggangu ketertiban umum, kerugian, dan bisa terjadi juga kematian, diantaranya pelanggaran lalu lintas tersebut adalah para pengguna jalan menerobos lampu lalu lintas dan para pedagang kaki lima yang menggunakan ruas jalan untuk berjualan hal tersebut sudah merupakan pelanggaran terhadap lalu lintas.

Berdasarkan kenyataan yang sering terjadi dilapangan, akibat dari adanya pelanggaran lalu lintas ialah terjadinya kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas itu sendiri didefinisikan sebagai suatu peristiwa yang tak terduga dan tidak terencana atau tidak diharapkan yang terjadi dijalan raya, mana mengakibatkan luka, sakit, kerugian baik pada manusia, barang maupun lingkungan.

Berdasarkan tingkat keparahannya korban kecelakaan (casualitas) dibedakan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu:

  1. Korban meninggal dunia atau mati (fatality killed)
  2. Korban luka-luka berat (serious injury)
  3. Korban luka-luka ringan (slight injury)

Adapun terdapat akibat lain dari pelanggaran yang terjadi ialah sebagai berikut:

  1. Sanksi atau tilang
  2. Penyitaan
  3. Kemacetan parah
  4. Emosi / Perkelahian, dan
  5. Kebiasaan melanggar peraturan lalu lintas yang biasa kemudian menjadi budaya melanggar peraturan.

Adapun ketentuan mengenai ancaman dan sanksi terkait pelanggaran lalu lintas yang sering dilakukan dimasyarakat dan dinilai kurang efektif dalam pelaksanaanya diatur dalam Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 ialah sebagai berikut :

Pasal 81

(1) Untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77, setiap orang harus memenuhi persyaratan usia, administratif, kesehatan, dan lulus ujian.

(2) Syarat usia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan paling rendah sebagai berikut:

A. usia 17 (tujuh belas) tahun untuk Surat Izin Mengemudi A, Surat Izin Mengemudi C, dan Surat Izin Mengemudi D;

Pasal 274

(1) Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).

Pasal 275

(1) Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, fasilitas Pejalan Kaki, dan alat pengaman Pengguna Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).

Pasal 280

Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang tidak dipasangi Tanda Nomor Kendaraan Bermotor yang ditetapkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).

Pasal 281

Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang tidak memiliki Surat Izin Mengemudi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).

Pasal 283

Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan secara tidak wajar dan melakukan kegiatan lain atau dipengaruhi oleh suatu keadaan yang mengakibatkan gangguan konsentrasi dalam mengemudi di Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah).

Pasal 284

Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor dengan tidak mengutamakan keselamatan Pejalan Kaki atau pesepeda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).

Pasal 285

(1) Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor di Jalan yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan yang meliputi kaca spion, klakson, lampu utama, lampu rem, lampu penunjuk arah, alat pemantul cahaya, alat pengukur kecepatan, knalpot, dan kedalaman alur ban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) juncto Pasal 48 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).

Pasal 287

(1) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang melanggar aturan perintah atau larangan yang dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf a atau Marka Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf b dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).

(2) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang melanggar aturan perintah atau larangan yang dinyatakan dengan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf c dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).

(5) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang melanggar aturan batas kecepatan paling tinggi atau paling rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf g atau Pasal 115 huruf a dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).

Pasal 286

Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih di Jalan yang tidak memenuhi persyaratan laik jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) juncto Pasal 48 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).

Pasal 288

(1) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang tidak dilengkapi dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor atau Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor yang ditetapkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (5) huruf a dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).

(2) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang tidak dapat menunjukkan Surat Izin Mengemudi yang sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (5) huruf b dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan dan/atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).

Pasal 289

Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor atau Penumpang yang duduk di samping Pengemudi yang tidak mengenakan sabuk keselamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (6) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).

Pasal 290

Setiap orang yang mengemudikan dan menumpang Kendaraan Bermotor selain Sepeda Motor yang tidak dilengkapi dengan rumah-rumah dan tidak mengenakan sabuk keselamatan dan mengenakan helm sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (7) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1(satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).

Pasal 291

(1) Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor tidak mengenakan helm standar nasional Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (8) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).

(2) Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor yang membiarkan penumpangnya tidak mengenakan helm sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (8) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).

Pasal 293

(1) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan tanpa menyalakan lampu utama pada malam hari dan kondisi tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).

(2) Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor di Jalan tanpa menyalakan lampu utama pada siang hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 15 (lima belas) hari atau denda paling banyak Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah)

Pasal 294

Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang akan membelok atau berbalik arah, tanpa memberikan isyarat dengan lampu penunjuk arah atau isyarat tangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah)

Pasal 302

Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor Umum angkutan orang yang tidak berhenti selain di tempat yang telah ditentukan, mengetem, menurunkan penumpang selain di tempat pemberhentian, atau melewati jaringan jalan selain yang ditentukan dalam izin trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).

Pasal 303

Setiap orang yang mengemudikan mobil barang untuk mengangkut orang kecuali dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 137 ayat (4) huruf a, huruf b, dan huruf c dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).

Pasal 304

Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan angkutan orang dengan tujuan tertentu yang menaikkan atau menurunkan Penumpang lain di sepanjang perjalanan atau menggunakan Kendaraan angkutan tidak sesuai dengan angkutan untuk keperluan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 153 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).

Pasal 310

(1) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).

(2) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah).

(3) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

Faktor-faktor Penghambat dalam Pelaksanaan Penegakan Hukum Sebagai Upaya Mengatasi Pelanggaran Lalu Lintas

Menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian, pokok penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya.

Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :[3]

  1. Faktor hukumnya sendiri, dalam hal ini dibatasi pada undang-undang saja
  2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum.
  3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.
  4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan.
  5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia didalam pergaulan hidup.

Upaya Penanggulangan Pelanggaran lalu lintas

Masalah pokok pelanggaran lalu lintas sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya. Seseorang yang melanggar peraturan lalu lintas, bukanlah selalu seorang penjahat (walaupun kadang-kadang petugas berhadapan dengan penjahat). Seorang pengemudi yang melanggar peraturan lalu lintas adalah seseorang yang lalai di dalam membatasi penyalahgunaan hak-haknya.

Pemasangan rambu yang tepat untuk memperingati pengemudi bahwa di mukanya terdapat tikungan yang berbahaya, akan dapat mencegah terjadinya kecelakaan. Selain itu pendidikan bagi pengemudi, juga merupakan salah satu cara dalam menangani para pelanggar lalu lintas. Sekarang ini masyarakat sudah mulai sadar dengan adanya sekolah mengemudi. Sekolah mengemudi merupakan suatu lembaga pendidikan yang tujuan utamanya adalah menghasilkan pengemudi-pengemudi yang cakap dan terampil didalam mencegah terjadinya kecelakaan lalu lintas. Kalau tidak maka kemungkinan besar akan terjadi kecelakaan yang mengakibatkan kerugian benda atau hilangnya nyawa seseorang.

Dalam penegakan hukumnya, salah satu aparat yang berwenang dalam mengatasi dan memberi tindak lanjut atas pelanggaran lalu lintas yang terjadi ialah aparat kepolisian yang ditempatkan sesuai keahlian bidangnya dalam mengatur lalu lintas jalan raya (Polantas). Pada prinsipnya, tugas dan wewenang kepolisian menurut Jendral Polisi Rusman Hadi, ialah mewujudkan keamanan dalam negara yang mendorong gairah kerja masyarakat dalam mencapai kesejahteraan.[4]

Untuk itu upaya penanggulangan yang dilakukan oleh aparat kepolisian ialah sebagai berikut :

  1. Upaya Preventif

Adapun upaya-upaya preventif yang dilakukan guna mencegah terjadinya pelanggaran lalu lintas yaitu :

  1. Pengaturan lalu lintas yang diartikan sebagai pemberitahuan kepada pemakai jalan, bagaimana dan dimana mereka dapat atau tidak bergerak atau berhenti terutama ada waktu kemacetan dan keadaan darurat. Dalam arti luas pengaturan lalu lintas meliputi semua aktifitas dari polisi dalam mengatur lalu lintas dijalan umum.
  2. Penjagaan lalu lintas adalah suatu kegiatan pengawasan lalu lintas pada tempat-tempat tertentu yang diadakan sesuai kebutuhan terutama bersifat pencegahan, perlindungan pelayanan terhadap pengguna jalan, bila menemukan pelanggaran lalu lintas maupun kecelakaan lalu lintas segera mengambil tindakan represif sesuai prosedur yang berlaku.
  3. Sosialisasi atau kampanye untuk mematuhi peraturan lalu lintas melalui pemasangan spanduk-spanduk dan sosialisasi ke sekolah-sekolah sepeti diadakannya Polsanak (Polisi Sahabat Anak), PKS, Police Goes to Campus, Taman Lalu Lintas, Saka Bhayangkara dan lain-lain.
  4. Polmas atau pemolisian masyarakat adalah proses edukasi ditingkat komuniti guna membentuk budaya tertib lalu lintas.
  5. Menambah jumlah sarana pos polisi yang agak rawan terhadap pelanggaran marka jalan.
  6. Peningkatan giat rekayasa lalu lintas berupa perbaikan atau penyempurnaan marka jalan atau rambu-rambu lalu lintas serta system pengaturan arus lalu lintas yang diharapkan bisa mengurangi terjadinya pelanggaran marka jalan juga mencegah timbulnya kecelakaan lalu lintas.
  7. Meningkatkan kegiatan Turjawali (peraturan, penjagaan, pengawalan patrol) terutama didaerah rawan pelanggaran dan rawan kecelakaan. .
  1. Upaya Represif

Adapun kegiatan yang dilakukan dalam menaggulangi pelanggaran lalu lintas dengan cara represif adalah sebagai berikut :

A. Tilang

Tilang adalah bukti pelanggaran. fungsi tilang itu sendiri adalah sebagai undangan kepada pelanggar lalu lintas untuk menghadiri sidang di pengadilan negeri, serta sebagai tanda bukti penyitaan atas barang yang disita oleh pihak kepolisian dari pelanggar.

B. Penyitaan

Penyitaan dilakukan karena pengendara kendaraan tidak membawa atau mempunyai surat-surat kelengkapan kendaraan bermotor dan surat izin mengemudi (SIM).

C. Teguran

Teguran dilakukan kepada pengendara kendaraan bermotor yang melakukan pelanggaran tetapi berjanji tidak akan melakukan pelanggaran lagi.

Upaya penal dalam hal ini merupakan langkah akhir yang diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan dan juga mendatangkan rasa damai dalam masyarakat meskipun menitikberatkan pada sikap penindasan, pemberantasan, dan penumpasan

Kesimpulan

Pelanggaran lalu lintas itu dapat dikatakan sebagai salah bentuk kebiasaan dimasyarakat yang sangat sering terjadi dikarenakan lemahnya pengawasan dari aparat penegak hukum disertai dengan tindakan tidak bermoral yang ditunjukan oleh aparatmya sendiri dengan berbagai cara yang mempermudah bagi pelanggar lalu lintas tersebut bahkan terlihat dari kurangnya kesadaran dari setiap masyarakat untuk mematuhi setiap peraturan yang telah ditetapkan, bahkan sanksi yang membayangipun tabur dalam pemikiran masyarakat ada. Salah satu faktor yang melatarbelakangi terjadinya pelanggaran lalu lintas membuktikan bahwa tidak adanya ketegasan dari aparat penegak hukum dalam menindaklanjuti setiap pelanggar lalu lintas yang berkendara, hal itulah yang menjadikan sanksi yang ada tidak menimbulkan efek jera bagi pelaku yang melakukan pelanggaran lalu lintas, walaupun berbagai upaya telah dilakukan mulai dari pencegahan hingga yang bersifat penindasan sekalipun.

Saran

Penerapan akan undang-undang ini sebaiknya lebih dikonsentrasikan pada sistem dan aparatur penyelenggara dan pelaksana undang-undangnya agar realisasinya dapat menghasilkan efek jera bagi setiap pelanggar lalu lintas dan disertai sikap tegas bagi setiap aparat penegak hukum yang bertindak tidak sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan melalui sikap profesi dan kode etik yang ada dalam menunjukan profesionalitas dalam bertugas dan menindak para pelanggar lalu lintas.

Daftar Pustaka

Naning, Ramdlon, 1990. Menggairahkan Kesadaran Hukum dan Disiplin Penegak Hukum dalam Lalu Lintas. Bandung: Mandar Maju

Soekanto, Soerjono, 1986. Polisi dan Lalu Lintas (Analisa menurut Sosiologi Hukum). Bandung: Mandar Maju

Hadi, Rusman, 1996. Polri Menuju Reformasi. Jakarta: Yayasan Tenaga Kerja

Soekanto, Soerjono, 1983. Faktor-faktor Penegakan Hukum. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

[1] Ramdlon Naning, 1990. Menggairahkan Kesadaran Hukum dan Disiplin Penegak Hukum dalam Lalu Lintas. Bandung: Mandar Maju, hlm.19

[2] Soerjono Soekanto, 1986. Polisi dan Lalu Lintas (Analisa menurut Sosiologi Hukum). Bandung: Mandar Maju, hlm.27

[3] Soerjono Soekanto, 1983. Faktor-faktor Penegakan Hukum. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, hlm.8

[4] Rusman Hadi, 1996. Polri Menuju Reformasi. Jakarta: Yayasan Tenaga Kerja, hlm.27

Tinggalkan komentar